Sabtu, 21 Maret 2009

PEMBESARAN IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcalifer, Bloch)

DI KERAMBA JARING APUNG


1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk
usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak
berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan
Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di
laut telah berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama
seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis,
baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di
hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang
menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah
masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama
dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008
dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan
April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon,
namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva.
Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara
larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung.
Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah
dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang
dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar
terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous
(dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang
menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air
tawar.
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa
nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur),
dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap
taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah
menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian
punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi
keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
c. Mata berwarna merah cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip
ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan
lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha
budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan
pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan
kakap putih di laut adalah:
a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar
antara 5 ~ 7 meter.
c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah diperoleh.
f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
1) Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring
apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur.
Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:
- Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna
untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
- Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
- 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan
kurungan.
- Bahan: Bambu atau kayu
- Ukuran: 8 m x 8 m
c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana
budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
- Jenis: Drum (Volume 120 liter)
- Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya
akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
- Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
- Jumlah : 4 buah
- Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
e. Ukuran benih yang akan
Dipelihara: 50-75 gram/ekor
f. Pakan yang digunakan: ikan rucah
g. Perahu : Jukung
h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
2) Konstruksi wadah pemeliharaan
Gambar 1. Kerangka Rakit
Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu
dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka
rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring
dapat dilihat pada gambar 2.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 2. Cara Mengikat Jaring
Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur Sangkar
Untuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar
4.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 4. Pelampung Diikatkan pada Bambu/Kerangka Rakit
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil
pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah
disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada
kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang
ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan
takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan
adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1
dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran
yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerangkerangan
dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan
menyebabkan kurungan bertambah berat.
Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali
dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak
sedikitnya organisme yang menempel.
Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa
ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan
algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara
menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan
peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan.
Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala,
guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan.
Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak
seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan
terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan,
perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ±
500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan
hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250
kg/unit/periode budidaya.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit,
kemudian dilakukan penyerokan.
3) Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di
laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini
termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang
virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara
lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk
tubuh dll.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan
jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
1) Biaya Investasi
- Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
- Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
- Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
Jumlah 1) Rp. 2.950.000,-
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Biaya Operasional
- Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
- Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
- Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
Jumlah 2) Rp. 9.650.000,-
3) Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
4) Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
5) Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
6) Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
7) Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993,
Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
1) Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap
Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen
Perikanan, Lampung.
2) Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen
Perikanan, Lampung.
3) Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada
Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
4) Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap
(Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
Jakarta.
5) Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH
Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research
Centre. Jakarta.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di
Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian,
1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
Jakarta, Maret 2001
Disadur oleh : Tarwiyah
PEMBESARAN IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcalifer, Bloch)

DI KERAMBA JARING APUNG


1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk
usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak
berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan
Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di
laut telah berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama
seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis,
baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di
hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang
menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah
masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama
dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008
dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan
April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon,
namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva.
Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara
larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung.
Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah
dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang
dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar
terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous
(dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang
menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air
tawar.
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa
nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur),
dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap
taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah
menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian
punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi
keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
c. Mata berwarna merah cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip
ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan
lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha
budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan
pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan
kakap putih di laut adalah:
a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar
antara 5 ~ 7 meter.
c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah diperoleh.
f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
1) Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring
apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur.
Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:
- Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna
untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
- Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
- 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan
kurungan.
- Bahan: Bambu atau kayu
- Ukuran: 8 m x 8 m
c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana
budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
- Jenis: Drum (Volume 120 liter)
- Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya
akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
- Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
- Jumlah : 4 buah
- Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
e. Ukuran benih yang akan
Dipelihara: 50-75 gram/ekor
f. Pakan yang digunakan: ikan rucah
g. Perahu : Jukung
h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
2) Konstruksi wadah pemeliharaan
Gambar 1. Kerangka Rakit
Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu
dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka
rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring
dapat dilihat pada gambar 2.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 2. Cara Mengikat Jaring
Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur Sangkar
Untuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar
4.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 4. Pelampung Diikatkan pada Bambu/Kerangka Rakit
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil
pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah
disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada
kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang
ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan
takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan
adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1
dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran
yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerangkerangan
dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan
menyebabkan kurungan bertambah berat.
Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali
dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak
sedikitnya organisme yang menempel.
Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa
ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan
algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara
menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan
peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan.
Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala,
guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan.
Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak
seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan
terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan,
perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ±
500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan
hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250
kg/unit/periode budidaya.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit,
kemudian dilakukan penyerokan.
3) Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di
laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini
termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang
virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara
lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk
tubuh dll.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan
jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
1) Biaya Investasi
- Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
- Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
- Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
Jumlah 1) Rp. 2.950.000,-
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Biaya Operasional
- Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
- Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
- Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
Jumlah 2) Rp. 9.650.000,-
3) Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
4) Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
5) Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
6) Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
7) Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993,
Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
1) Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap
Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen
Perikanan, Lampung.
2) Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen
Perikanan, Lampung.
3) Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada
Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
4) Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap
(Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
Jakarta.
5) Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH
Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research
Centre. Jakarta.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di
Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian,
1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
Jakarta, Maret 2001
Disadur oleh : Tarwiyah

BUDIDAYA IKAN GURAME
(
Osphronemus gouramy)


1. PENDAHULUAN
Gurame merupakan ikan yang memiliki pertumbuhan agak lambat namun
harganya relatif meningkat setiap saat. Untuk DKI Jakarta, jenis ikan ini cocok
karena tidak memerlukan air yang mengalir.
Untuk memberi petunjuk bagi masyarakat yang berminat di bawah ini diuraikan
tata cara budidayanya.
2. JENIS
Jenis ikan gurame yang dikenal masyarakat berdasarkan bentuknya ada 2
(dua) yaitu:
1) Gurame angsa (soang) : badan relatif panjang, sisik relatif lebar. Ukuran
yang bisa dicapainya berat 8 kg, panjang 65 cm.
2) Gurame Jepang : badan relatif pendek dan sisik lebih kecil. Ukuran yang
dicapai hanya 45 cm dengan berat kurang dari 4,5 kg.
Jika dilihat dari warnanya terdapat gurame hitam, putih dan belang.
3. MEMILIH INDUK
Induk yang dipakai sebaiknya mencapai umur 3 tahun.
Untuk membedakan induk jantan dan betina bisa dilihat dari ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Induk betina
Ikan betina mempunyai dasar sirip dada yang gelap atau berwarna
kehitaman, warna dagu ikan betina keputih-putihan atau sedikit coklat, jika
diletakkan di lantai maka ikan betina tidak menunjukan reaksi apa-apa.
Sebaiknya sudah berumur 3~7 tahun.
2) Induk jantan
Ikan jantan mempunyai dasar sirip berwarna terang atau keputih-putihan,
mempunyai dagu yang berwarna kuning, lebih tebal daripada betina dan
menjulur. Induk jantan apabila diletakkan pada lantai atau tanah akan
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
menunjukan reaksinya dengan cara mengangkat pangkal sirip ekornya ke
atas.
Selain mengetahui perbedaan induk jantan dan betina, perlu juga diketahui
demi keberhasilan pembenihan gurame ini.
Induk telah berumur 3~7 tahun. Berbeda dengan induk ikan tambakan, induk
ikan gurame ini semakin bertambah umurnya akan mengeluarkan telur semakin
banyak, perut akan membulat dan relatif penjang dengan warna badan terang.
Sisik-sisiknya usahakan tidak cacat/hilang dan masih dalam keadaan tersusun
rapi.
Induk betina yang cukup umur dan matang kelamin ditandai dengan perutnya
akan membesar ke belakang atau di dekat lubang dubur. Pada lubang anus
akan nampak putih kemerah-merahan. Dan apabila kita coba untuk meraba
perutnya akan teras lembek.
4. PEMIJAHAN
Pemasukan air dilakukan pagi-pagi sekali, sehingga menjelang jam 10.00
kolam telah berisi air setengahnya. Induk-induk yang telah lolos seleksi
dimasukkan dalam kolam dengan hati-hati dan penuh kasih sayang.
Perbandingan jumlah antara induk jantan dan betina biasa 1 : 1 - 14. Dengan
harapan induk jantan paling sedikit bisa mengawini dua ekor induk betina dalam
satu tarikan.
Setelah dilepaskan dalam kolam pemijahan biasanya induk jantan tidak
otomatis langsung membuat sarang, tetapi terlebih dahulu berjalan-jalan,
berenang kesana-sini mengenal wilayahnya. Setelah 15 hari sejak dilepaskan,
induk jantan biasanya sudah langsung disibukkan oleh kegiatannya membuat
sarang.
Garis tengah sarang biasanya kurang lebih 30 cm, yang biasanya dikerjakan
oleh induk jantan ini selama seminggu (7 hari). Setelah sarang selesai dibuat,
induk jantan cepat-cepat mencari dan merayu induk betina untuk bersamasama
memijah disarang. Induk betina ini akan menyemprotkan telur-telurnya
kedalam sarang melalui lubang sarang yang kecil, kemudian jantan akan
menyemprotkan spermanya, yang akhirnya terjadilah pembuahan didalam
istana ijuk ini. Tidak seperti halnya ikan mas yang pemijahannya hanya
beberapa jam saja, pemijahan ikan gurame ini biasanya berlangsung cukup
lama. Induk jantan bertugas menjaga sarang selama pemijahan berlangsung.
Setelah pemijahan selesai, biasanya giliran induk betina yang bertugas
menjaga keturunannya, dengan terlebih dulu menutup lubang sarang dengan
ijuk atau rumputan kering.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Dengan nalurinya sebagai orang tua yang baik, biasanya induk betina ini
menjaga anaknya dengan tak lupa mengipaskan siripnya terutama sirip ekor
kearah sarang. Gerakan sirip induk betina ini akan meningkatkan kandungan
oksigen terlarut dalam air. Air dengan kandungan oksigen yang cukup akan
membantu menetaskan telur-telur dalam sarang. Sebab seperti diketahui,
telurpun butuh oksigen dalam prosesnya menjadi benih ikan. Sementara
dengan kasih sayang induk betina menjaga keturunanya, induk jantan akan
kembali menyusun sarang dan memikat induk betina yang lainnya untuk
melanjutkan keturunannya.
Dari atas kolam kita bisa mengetahui induk-induk yang telah memijah tanpa
turun ke kolam dengan melihat adanya bau amis, dan terlihat adanya lapisan
minyak tepat di atas sarang pemijahan.
5. PENETASAN
Penetasan telur bisa dilakukan di paso, aquarium atau pun ember-ember
plastik. Cara memindahkan telur dari dalam sarang ke paso/aquarium
dilakukan dengan hati-hati tidak terlalu kasar untuk menghindari agar telur tidak
pecah. Sarang bahan dari ijuk yang ada 5 cm dibawah permukaan air dan
telah ditutup rapat, diangkat dengan cara dimasukkan kedalam ember yang
berisi 3/4 bagian ember. Sarang menghadap ke atas dan ditenggelamkan
kemudian perlahan-lahan tutup sarang dibuka, maka telur-telur akan keluar dan
mengambang dipermukaan air. Selanjutnya telur diangkat dengan mengunakan
piring kecil untuk dipindahkan ke pasoaquarium atau ember bak yang telah diisi
air bersih yan sudah diendapkan. Penggantian air dilakukan secara rutin agar
telur-telur menetas dengan sempurna dan telur yang tidak menetas segera
dikeluarkan.
Telur akan menetas dalam tempo 30 ~ 36 jam.
6. PENDEDERAN
Selama 5 hari benih-benih belum membutuhkan makanan tambahan, karena
masih mengisap kuning telur (yolk sack). Setelah lewat masa itu benih
membutuhkan makanan yang harus disuplai dari luar. Oleh karenya jika masih
belum ditebarkan di kolam harus diberi makan infusoria.
Jika benih hendak ditebarkan di kolam, kolam harus dikeringkan dan dipupuk
dengan pupuk kandang 1 kg/m2. Setelah seminggu benih ditebarkan, yaitu
ketika air kolam sudah berubah menjadi kehijau-hijauan. Benih gurame umur 7
hari dapat dipasarkan kepada para pendedar dengan system jual sarang
sehinga frekwensi pembenihan dapat ditingkatkan.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Padat tebar pendederan 50 ~ 100 ekor/m2, sementara kolam yang digunakan
berkisar 50.250 m2.
7. PENUTUP
Meskipun pemeliharaan gurame relatif membutuhkan waktu lama namun harga
jual yang tinggi tetap akan memberi keuntungan.
8. SUMBER
Dinas Perikanan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1997
9. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Perikanan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jakarta
Jakarta, Maret 2001
Disadur oleh : Tarwiyah
KEMBALI KE MENU

budidaya ikan mas

PENDAHULUAN

Ikan mas (Cyorinus carpio, L.) merupakan spesies ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan terdomestikasi dengan baik di dunia. Di Cina, para petani telah membudidayakan sekitar 4000 tahun yang lalu sedangkan di Eropa beberapa ratus tahun yang lalu. Sejumlah varietas dan subvarietas ikan mas telah banyak dibudidayakan Asia Tenggara sebagai ikan konsumsi dan ikan hias.

Berdasarkan keanekaragaman genetik, ikan mas memiliki keistimewaan karena banyak strain/ras. Hal ini disebabkan karena: 1) penyebaran daerah asal mulai dari Cina sampai ke daratan Eropa sangat luas dengan keadaan lingkungan yang bervariasi dan secara geografis terisolasi, 2) daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, 3) akumulasi mutasi dan 4) seleksi secara alami maupun oleh karya manusia (Hulata, 1995). Daya adaptasi yang tinggi juga menyebabkan ikan mas dapat hidup dalam ekosistem dataran rendah sampai dataran tinggi (sampai ketinggian 1800 m dpl.). Strain tersebut tampak dari keragaman bentuk sisik, bentuk tubuh dan warna. Beberapa strain yang sudah di kenal di tanah air diantaranya adalah Majalaya, Punten, Sinyonya, Domas, Merah/Cangkringan, Kumpai dan sebagainya (Hardjamulia, 1995).

Usaha pemeliharaan ikan mas makin berkembang, dengan ditemukannnya teknologi pembesaran secara intensif di KJA (karamba jaring apung) dan KAD (kolam air deras). Dengan demikian kebutuhan benih makin meningkat.

TEKNIK PRODUKSI IKAN MAS

A. Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan nila antara lain peneplokan/ perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.

B. Pembenihan

1. Pemeliharaan dan Seleksi Induk

Induk dipelihara di kolam khusus secara terpisah antara jantan dan betina. Pakan yang diberikan berupa pellet dengan kandungan protein 25%. Dosis pemberian pakan sebanyak 3% per bobot biomas per hari. Pakan tersebut diberikan 3 kali/hari.

Ikan betina yang diseleksi sudah dapat dipijahkan setelah berumur 1,5 - 2 tahun dengan bobot >2 kg. Sedangkan induk jantan berumur 8 bulan dengan bobot > 0,5 kg. Untuk membedakan jantan dan betina dapat dilakukan dengan jalan mengurut perut kearah ekor. Jika keluar cairan putih dari lubang kelamin, maka ikan tersebut jantan.

Ciri-ciri ikan betina yang siap pijah adalah: (secara sederhana)

  • Pergerakan ikan lamban
  • Pada malam hari sering meloncat-loncat
  • Perut membesar/buncit ke arah belakang dan jika diraba terasa lunak
  • Lubang anus agak membengkak/menonjol dan berwarna kemerahan

Sedangkan untuk ikan jantan mengeluarkan sperma (cairan berwarna putih) dari lubang kelamin bila di stripping.

2. Pemijahan

Dalam pemijahan, ikan dirangsang dengan cara membuat lingkungan perairan menyerupai keadaan lingkungan perairan umum dimana ikan ini memijah secara alami atau dengan rangsangan hormon. Sehubungan dengan hal itu, maka langkah-langkah dalam pemijahan ikan mas adalah :

  • Mencuci dang mengeringkan wadah pemijahan (bak/kolam)
  • Mengisi wadah pemijahan dengan air setinggi 75-100 cm
  • Memasang hapa untuk mempermudah panen larva di bak atau di kolam dengan ukuran 4 x 3 x 1 meter. Hapa dilengkapi dengan pemberat agar tidak mengambang.
  • Memasang kakaban di tempat pemihajan (dalam hapa). Kakaban dapat berupa ijuk yang dijepit bambu/papan dengan ukuran 1,5 x 0,4 m.
  • Memasukkan induk jantan dan betina siap pijah. Jumlah induk betina yang dipijahkan tergantung pada kebutuhan benih lepas hapa dan luas kolam yang akan digunakan dalam pendederan 1. Bobot induk jantan sama dengan induk betina namun dengan jumlah yang lebih banyak
  • Mengangkat induk yang memijah dan memindahkannnya ke kolam pemeliharaan induk

3. Perawatan Larva

Kakaban diangkat 3 hari setelah telur menetas atau setelah larva tidak menempel di kakaban. Pakan larva berupa suspensi kuning telur dengan frekuensi 5 kali per hari (satu telur untuk 100.000 ekor larva). Waktu perawatan larva ini selama 5 hari sehingga larva sudah tahan untuk ditebar di kolam.

4. Pendederan

Kolam yang akan digunakan untuk pendederan seharusnya sudah dipersiapkan sebelumnya. Padat tebar selama kegiatan pendederan tertera dalam Tabel 1dan 2.

Tabel 1. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di kolam

Tabel 2. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di sawah

C. Pembesaran

1. Pembesaran di KJA

Sistem pembesaran intensif antara lain dapat dilakukan dalam keramba Jaring Apung yang biasa dipasang di perairan umum. Pemilihan lokasi penempatan jaring dalam suatu perairan akan sangat menunjang berhasilnya proses produksi. Beberapa karakteristik perairan yang tepat antara lain a) Air bergerak dengan arus terbesar, tetapi bukan arus kuat, b) Penempatan jaring dapat dipasang sejajar dengan arah angin, c) Badan air cukup besar dan luas sehingga dapat menjamin stabilitas kualitas air, d) Kedalaman air minimal dapat mencapai jarak antara dasar jaring dengan dasar perairan 1,0 meter, e) Kualitas air mendukung pertumbuhan seperti suhu perairan 270C sampai 300C, oksigen terlarut tidak kurang dari 4,0 mg/l, dan kecerahan tidak kurang dari 80 cm.

Satu unit Keramba Jaring Apung minimal terdiri dari kantong jaring dan kerangka jaring. Dimensi unit jaring berbentuk persegi empat dengan ukuran kantong jaring 7 x 7 x 3 M3 atau 6 x 6 x 3 M3. Satu unit Keramba Jaring Apung terdiri empat set kantong dan satu set terdiri dari dua lapis kantong Bagian badan kantong jaring yang masuk kedalam air 2,0 sampai 2,5 meter. Kerangka jaring terbuat dapat dibuat dari besi atau bambu dan pelampung berupa steerofoam atau drum. Bahan kantong jaring berasal dari benang Polietilena.

Frekuensi pemberian pakan minimal dua kali per hari. Sedangkan cara pemberian pakan agar efektif disarankan menggunakan Feeding Frame yang dapat dibuat dari waring dengan mesh size 2,0 mm berbentuk persegi empat seluas 1,0 smpai 2,0 m2. Alat ini di pasang di dalam badan air kantong jaring pada kedalaman 30 sampai 50 cm dari permukaan air. Letak alat ini dapat ditengah kantong atau di salah satu sudutnya Gambar 1. Standar pemeliharaan benih dalam pembesaran di KJA tertera dalam Tabel 3.

Gambar 1. Feeding frame untuk efektifitas pemberian pakan

Tabel 3. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di jaring apung

2. Pembesaran di KAD

Pemeliharaan ikan mas di kolam air deras harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain lokasi dekat dengan sumber air (sungai, irigasi, dll.) dengan topografi yang memungkinkan air kolam dapat dikeringkan dengan cara gravitasi, kualitas air yang digunakan berkualitas baik dan tidak tercemar (kandungan oksigen terlarut 6-8 ppm) dan dengan debit air minimal 100 liter permenit.

Bentuk kolam air deras bermacam macam tergantung kondisi lahan, bisa segitiga, bulat maupun oval. Ukurannya bervariasi disesuaikan dengan kondisi lahan dan kemampuan pembiayaan. Umumnya KAD berukuran 10-100 m 2 dengan kedalaman rata-rata 1,0 - 1,5 meter. Dinding kolam tidak terkikis oleh aliran air dan aktivitas ikan . Oleh karena itu harus berkontruksi tembok atau lapis papan. Dasar kolam harus memungkinkan tidak daerah mati aliran (tempat dimana kotoran mengendap). Oleh karena itu kemiringan kolam harus sesuai (sekitar 2 - 5 %).

Padat tebar ikan ukuran 75 -150 gram/ ekor sebanyak 10 - 15 kg /m3 air kolam . Dosis pakan yang diberikan sebanyak 4% bobot biomass /hari. Frekuensi pemberiannya 3 kali/hari.

III. DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SN I01-6131-1999 (Produksi induk ikan mas Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas induk pokok). Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 01-6133-1999 (produksi benih ikan mas, Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas benih sebar). Jakarta

Hardjamulia,A. 1995. system pengadaan stok induk ikan mas unggul. Makalah disampaikan pada pelatihan Pengelolaan Induk Ikan Mas di Balai Budidaya Air Tawar, tanggal 10-24 Desember 1995. 13 hal.

Hulata, G., 1995. A review of genetic improvement of the commom carp (Cyprinus carpio L.) and other cyprinids by crossbreeding, hybridization, and selection. Aquaculture 129:143-155

Sucipto, A. 2002. Budidaya ikan nila (Oreochromis sp.). Makalah disampaikan pada Workshop Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Himpunan Mahasiswa Akuakultur IPB, di Bogor tanggal 20, 21 dan 28 April 2002. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. 9 hal

Bagi Akas, Tak Sulit Ubah Lele jadi Duit

Lahan yang semula hanya 6.000 m2 kini berkembang menjadi 15.000 m2, terdiri atas 250 kolam

DIA pemain lama. Sebelum berternak lele dumbo sejak 1985, dia sudah memiliki 2 kolam lele lokal (claarias) untuk menghidupi keluarganya. Tiap bulan peternakan lele itu menghasilkan keuntungan tak kurang dari 10 % dari modal yang ditanamnya. Ketika terbukti lele dumbo kian laris di pasar, dia pun kian bersungguh untuk menjadi peternak profesional. Langkah panjang diambilnya. Dengan tekad besar, secara bertahap ia menambah jumlah kolamnya. Lahan yang semula hanya 6.000 m2 kini berkembang menjadi 15.000 m2, terdiri atas 250 kolam, masing-masing berukuran 40¡X50 m2.
Bagi dia, Mohammad Akas Alamuddin (59), tak ada kendala pasar yang menonjol dalam berternak lele, apapun jenisnya. Paling-paling soal banyaknya pesaing di pasar. Ini biasa, katanya kepada TROBOS, terutama bila musim hujan tiba. Kolam-kolam yang semula kering, hidup kembali. Pasar pun luber. Kalau dibilang menonjol itu hanyalah dalam kaitannya dengan kendala pergantian musim. Yakni seiring dengan datangnya Juni sampai dengan Oktober ketika kemarau sering memanggang lahan sampai 40„a C di siang hari dan mencekaukan dingin membeku di malam hari.
Dalam kondisi alam sekontras itu, pembibitan terpaksa mandeg. Untungnya tahap pembesaran tidak terlalu terganggu. Paling-paling FCR mesti ditambah. Dari 1 menjadi 1,1 dan tentu saja, ini menambah biaya produksi.
Kalau soal penyakit, Akas mengungkap, itu mudah diatur. Kalau dari 250 kolam
yang terjangkit 1 atau 2 kolam selama periode pemeliharaan itu tidak masalah.

Pengalaman dan penyakit
Akas, peternak lele yang fasih dengan asal-usul lele dumbo (Clarias gariepinus) mengaku, keberhasilannya bertahan dengan lele bersumber dari pengalaman. ¡§Saya tidak punya patokan yang pasti tentang pengobatan penyakit pada lele. Yang saya lakukan adalah mengamati dengan teliti kualitas air yang disenangi lele. Saya pun tidak melakukan pencegahan, melainkan hanya menjaga kualitas air yang disenangi lele. Kualitas air ini bukan dengan kandungan oksigen sekian, dan pH sekian, bukan. Tapi semata dengan pengamatan. Lele menyenangi kualitas air yang seperti ini¡¨.
Pada prinsipnya kita harus pandai-pandai memelihara kualitas air. Perubahan warna air akan mengalami tiga tahap. Pada umur 1-3 minggu air akan berwarna hijau kecoklat-coklatan, 3-7 minggu berikutnya air berwarna hijau cerah. Dan selepas 2 bulan sampai panen air berubah menjadi coklat kemerah-merahan. Ternyata pada umur 11/2 ¡V 2 bulan dengan kepadatan per m2 di atas 250 ekor, air sudah berubah merah. ¡§Pernah kita analisa kandungan oksigen 0,21 dan pH di atas 7. Justru kondisi seperti ini yang disenengi lele. Pertumbuhannya paling bagus dan aman dari penyakit. Kondisi tidak terpengaruh oleh cuaca, temperatur dan pertumbuhan plankton stabil,¡¨ demikian Akas.
Menanggulangi penyakit di kolam bagi Akas juga tidak memerlukan strategi pengobatan khusus. Kalau kolam terjangkit, korbannya dibuang saja lalu kolam tak ditebari pakan selama 3-4 hari. Baru sesudah itu pakan diberikan secara bertahap sementara pasok air pun dikurangi sampai tinggal 1/3 bagian. ¡§Kalau diobati kurang efektif. Antara biaya obat dan hasilnya tidak seimbang. Soal ini lah yang harus dikaji oleh ilmuwan¡¨. Demikian Akas yang lebih mengandalkan pengalaman lapangan ketimbang ¡§ngelmu sekolahan¡¨.
Penilitian ¡§sekolahan¡¨ konon pernah dilakukan secara nyata di lapangan. Antaralain oleh Japfa Comfeed (JC) lewat uji formulasi pakan di kolam Akas pada 1983. ¡§JC uji kelayakan kualitas pakan yang tidak sama satu dengan yang lain. Benih, kolam, dan air dari saya. Sementara tenaga dari JC, setelah panen saya membayar pakan, dan seutuh laba menjadi hak saya. JC hanya membutuhkan data dan formulasi pakan,¡¨ tutur Akas.

Variasi Kolam
Akas pun bertutur tentang tiadanya spesifikasi ukuran kolam yang baku. Bisa bervariasi, luas minimal 20 m2 dan maksimal 70 m2. Tinggi kolam antara 80 cm ¡V 120 cm, kedalaman air antara 70 cm ¡V 110 cm. Bentuk kolam pun bisa bervariasi, bisa segiempat panjang atau pun bujursangkar, dan bundar. Jika segiempat, caren memanjang dengan saringan pembuangan ada di titik paling rendah. Kalau bujur sangkar atau bundar, dasar kolam berbentuk kerucut, tengah diberi caren dan saringan untuk pembuangan air bawah. Saluran pemasukan air posisinya sedikit di atas. Kolam dilengkapi dengan 2 atau 3 pembuangan yaitu pembuangan atas, tengah dan bawah. Lubang pembuangan atas untuk membuang kotoran dan phytoplankton yang berlebih atau tebal ¡Vbiasanya dilakukan pada siang hari. Lubang bawah untuk membuang endapan yang berasal dari sisa-sisa pakan, kotoran ikan, maupun plankton yang mati. Kualitas air diusahakan sesuai kultur ikan. Upayakan tidak terlalu bening agar lele merasa lebih nyaman.
Sebelum tebar benih, kolam dibersihkan dan dikapuri kemudian dikeringkan sekitar 2 hari. Baru sesudah itu diisi air kira-kira setinggi 60 cm, lalu diberi kompos yang dimasukkan ke dalam sak, volumenya sekitar 0,6 kg/m2. Selama 7-10 hari berikutnya dibiarkan. Baru sesudah itu kolam benar-benar siap untuk ditebari benih dengan kepadatan tebar 250-300/m2. Air ditambahkan sedikit demi sedikit sesuai kebutuhan.


induceed breeding(kawin suntik lele dumbo)

Ikan lele dumbo (Clariasgariep nus) telah banyak dikenal orang sebagai ikan peliharaan yang baik, mudah dipelihara dalam kolam dan genangan air biasa. Ikan lele dumbo juga merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki daging yang lezat, mudah dicerna dan bergizi. Selain itu lele dumbo dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Pada awal perkembangannya, tahun 1985 sd 1988, lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat mahal harganya, terutama yang berukuran benih. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu penyebarannya masih langka. Namun setelah penyebarannya meluas, harganya mulai menurun dan pada akhirnya mencapai kondisi harga normal yang tidak jauh berbeda dengan harga jenis ikan air tawar lainnya.

Dengan kondisi harga normal seperti sekarang ternyata usaha budidaya ikan lele dumbo ini masih menguntungkan, baik untuk tahap usaha pembenihan maupun pembesaran. Oleh karena itu masih layak dan perlu dibudidayakan.

Terlebih-lebih dengan adanya kemudahan dalam pembudidayaannya seperti teknologi yang tidak terlalu sulit, tidak memerlukan lahan yang luas serta tidak memerlukan air yang melimpah.

Kali ini disajikan petunjuk praktis mengenai teknik pemijahan lele dumbo melalui penyuntikan.

Pemijahan
Pemijahan ikan lele dumbo dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :

  1. Secara Alami
    Pemijahan secara alami adalah pemijahan yang dilakukan di alam terbuka sesuai dengan sifat hidupnya tanpa perlakuan dan bantuan manusia.
  2. Secara Disuntik Dengan Kelenjar Hipofisa
    Penyuntikan dengan kelenjar hipofisa adalah pemijahan yang dilakukan dengan bantuan atau penanganan manusia melalui pemberian kelenjar hormon hipofisa pada recipient (penerima) yang berguna untuk melancarkan proses kematangan gonad, sehingga mempercepat proses jalannya pemijahan ikan tersebut.

Ciri-ciri Induk Lele Dumbo Yang Siap Memijah

1. Induk Jantan

  • Umur telah mencapai 1 tahun
  • Warna tubuh agak kemerah-merahan
  • Alat kelamin tampak jelas meruncing
  • Tubuh tetap ramping dan gerakannya lebih lincah

2. Induk Betina

  • Perut tampak besar dan bila diraba terasa lembek
  • Alat kelamin berwarna kemerahan dan lubangnya agak membesar
  • Bila diurut kearah anus keluar telur berwarna kekuningan

3. Ciri-ciri Induk Yang Baik

  • Umur telah mencapai 1 tahun
  • Ukuran berkisar 300-1000 gram/ekor
  • Nampak sudah jinak
  • Badan mengkilat dan gemuk
  • Tubuh sehat dan tidak cacat

Menyiapkan Donor
Donor adalah ikan yang dikorbankan untuk diambil kelenjar hipofisanya untuk diberikan kepada ikan sebaga recipient (penerima donor).

Ikan sebagai ikan donor untuk ikan lele dumbo dapat diberikan ikan sejenis dan dari ikan mas tanpa mempertimbangkan jantan atau betina.

1. Cara Menyiapkan Kelenjar Hipofisa Dari Ikan Lele

  • Timbang ikan donor seberat induk yang akan disuntik
  • Potong bagian batas kepalanya
  • Dari arah bukaan mulut, kepala lele dibelah, bagian atas kepala diambil
  • Ambil kelenjar dengan menggunakan pinset, lalu digerus/dihancurkan dengan menggunakan alat penggerus sambil ditambah pelarut akuabides 1-2 cc
  • Ambil dengan menggunakan spuit dan kelenjar siap disuntikkan

2. Cara Menyiapkan Kelenjar Hipofisa Dari Ikan Mas

  • Timbang ikan donor seberat induk yang akan disuntik
  • Potong bagian batas kepalanya

Cara Penyuntikan dan Pelepasan Induk

  • Induk disuntik pada siang atau sore hari
  • Kelenjar hipofisa yang telah disiapkan , setengah disuntikkan pada induk jantan dan setengahnya lagi pada induk betina
  • Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung dengan memasukkan jarum suntik secara mirin 45° sedalam ± 2 cm
  • Induk yang telah disuntik, dilepas kedalam bak pemijahan
  • Kemudian bak pemijahan ditutup rapat
  • Pemijahan akan terjadi pada malam hari, 8-12 jam setelah penyuntikan

Penetasan Telur dan Perawatan Larva

  • Telur ditetaskan pada bak tembok atau pada bak yang terbuat dari plastik terpal
  • Telur menetas antara 20-24 jam dari pemijahan
  • Larva (benih) diberi makanan tambahan pada hari ke-3 setelah menetas berupa kutu air (Daphnia sp.) atau cacing sutera
  • Selama pemeliharaan usahakan air tetap bersih dan jernih
  • Selanjutnya benih didederkan di tempat lain

Sumber :
Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Diskan Jawa Barat
PO Box 2 Sukamandi, Subang 41256
Tel. 0260-520084

Ikan lele dumbo (Clariasgariep nus) telah banyak dikenal orang sebagai ikan peliharaan yang baik, mudah dipelihara dalam kolam dan genangan air biasa. Ikan lele dumbo juga merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki daging yang lezat, mudah dicerna dan bergizi. Selain itu lele dumbo dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Pada awal perkembangannya, tahun 1985 sd 1988, lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat mahal harganya, terutama yang berukuran benih. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu penyebarannya masih langka. Namun setelah penyebarannya meluas, harganya mulai menurun dan pada akhirnya mencapai kondisi harga normal yang tidak jauh berbeda dengan harga jenis ikan air tawar lainnya.

Dengan kondisi harga normal seperti sekarang ternyata usaha budidaya ikan lele dumbo ini masih menguntungkan, baik untuk tahap usaha pembenihan maupun pembesaran. Oleh karena itu masih layak dan perlu dibudidayakan.

Terlebih-lebih dengan adanya kemudahan dalam pembudidayaannya seperti teknologi yang tidak terlalu sulit, tidak memerlukan lahan yang luas serta tidak memerlukan air yang melimpah.

Kali ini disajikan petunjuk praktis mengenai teknik pemijahan lele dumbo melalui penyuntikan.

Pemijahan
Pemijahan ikan lele dumbo dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :

  1. Secara Alami
    Pemijahan secara alami adalah pemijahan yang dilakukan di alam terbuka sesuai dengan sifat hidupnya tanpa perlakuan dan bantuan manusia.
  2. Secara Disuntik Dengan Kelenjar Hipofisa
    Penyuntikan dengan kelenjar hipofisa adalah pemijahan yang dilakukan dengan bantuan atau penanganan manusia melalui pemberian kelenjar hormon hipofisa pada recipient (penerima) yang berguna untuk melancarkan proses kematangan gonad, sehingga mempercepat proses jalannya pemijahan ikan tersebut.

Ciri-ciri Induk Lele Dumbo Yang Siap Memijah

1. Induk Jantan

  • Umur telah mencapai 1 tahun
  • Warna tubuh agak kemerah-merahan
  • Alat kelamin tampak jelas meruncing
  • Tubuh tetap ramping dan gerakannya lebih lincah

2. Induk Betina

  • Perut tampak besar dan bila diraba terasa lembek
  • Alat kelamin berwarna kemerahan dan lubangnya agak membesar
  • Bila diurut kearah anus keluar telur berwarna kekuningan

3. Ciri-ciri Induk Yang Baik

  • Umur telah mencapai 1 tahun
  • Ukuran berkisar 300-1000 gram/ekor
  • Nampak sudah jinak
  • Badan mengkilat dan gemuk
  • Tubuh sehat dan tidak cacat

Menyiapkan Donor
Donor adalah ikan yang dikorbankan untuk diambil kelenjar hipofisanya untuk diberikan kepada ikan sebaga recipient (penerima donor).

Ikan sebagai ikan donor untuk ikan lele dumbo dapat diberikan ikan sejenis dan dari ikan mas tanpa mempertimbangkan jantan atau betina.

1. Cara Menyiapkan Kelenjar Hipofisa Dari Ikan Lele

  • Timbang ikan donor seberat induk yang akan disuntik
  • Potong bagian batas kepalanya
  • Dari arah bukaan mulut, kepala lele dibelah, bagian atas kepala diambil
  • Ambil kelenjar dengan menggunakan pinset, lalu digerus/dihancurkan dengan menggunakan alat penggerus sambil ditambah pelarut akuabides 1-2 cc
  • Ambil dengan menggunakan spuit dan kelenjar siap disuntikkan

2. Cara Menyiapkan Kelenjar Hipofisa Dari Ikan Mas

  • Timbang ikan donor seberat induk yang akan disuntik
  • Potong bagian batas kepalanya

Cara Penyuntikan dan Pelepasan Induk

  • Induk disuntik pada siang atau sore hari
  • Kelenjar hipofisa yang telah disiapkan , setengah disuntikkan pada induk jantan dan setengahnya lagi pada induk betina
  • Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung dengan memasukkan jarum suntik secara mirin 45° sedalam ± 2 cm
  • Induk yang telah disuntik, dilepas kedalam bak pemijahan
  • Kemudian bak pemijahan ditutup rapat
  • Pemijahan akan terjadi pada malam hari, 8-12 jam setelah penyuntikan

Penetasan Telur dan Perawatan Larva

  • Telur ditetaskan pada bak tembok atau pada bak yang terbuat dari plastik terpal
  • Telur menetas antara 20-24 jam dari pemijahan
  • Larva (benih) diberi makanan tambahan pada hari ke-3 setelah menetas berupa kutu air (Daphnia sp.) atau cacing sutera
  • Selama pemeliharaan usahakan air tetap bersih dan jernih
  • Selanjutnya benih didederkan di tempat lain

Sumber :
Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Diskan Jawa Barat
PO Box 2 Sukamandi, Subang 41256
Tel. 0260-520084