Jumat, 12 Juni 2009

KELEMBAGAAN PENYULUH PERIKANAN

  1. Pada tahun 2006 target yang ingin dicapai Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yaitu produksi perikanan meningkat menjadi 7,7 juta ton atau 13 % yaitu 5,1 juta ton produksi perikanan tangkap dan 2,6 juta ton produksi perikanan budidaya. Konsumsi ikan tahun 2006, ditargetkan 28 kg per kapita per tahun serta penyediaan kesempatan kerja kumulatif 7,7 juta orang yang terdiri dari perikanan tangkap 3,8 juta dan 3,9 juta untuk perikanan budidaya (Anonim, 2006).

  2. II. DASAR PERENCANAAN

2.1. Kondisi Lapangan
2.1.1. Kondisi Sumber Daya Alam
Salah satu wilayah yang memiliki potensi wilayah pesisir adalah Kecamatan Kedung. Kecamatan Kedung ini terletak di sebelah selatan ibukota Kabupaten Jepara.
Kecamatan Kedung terdiri dari 18 desa dengan luas wilayah 4.306,281 ha (43,063 Km2), peta lokasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Desa yang memiliki potensi lahan untuk perikanan terdapat 6 Desa yaitu Desa Tanggul Tlare, Surodadi, Kedung Malang, Panggung, Kalianyar, dan Bulak Baru.
Luas potensi budidaya perikanan yang ada di Kecamatan Kedung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Potensi lahan budidaya perikanan di Kecamatan Kedung Tahun 2006
No Desa Jumlah Pembudidaya Luas Pemilikan Tambak (ha)
1. Kedung malang 164 331,28
2 Surodadi 64 115,48
3 Kalianyar 57 95,2
4 Panggung 44 82,35
5 Bulak Baru 163 82,5
6 Tangul Tlare 30 98,5
Jumlah 422 805,31
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, 2006
Potensi sumberdaya alam (SDA) di Kecamatan Kedung sangat mendukung untuk pengembangan usaha budidaya ikan bandeng konsumsi. Bentuk topografi Kecamatan Kedung datar sampai dengan bergelombang 100%. Secara geografis Kecamatan Kedung memiliki ketinggian tempat 0-2 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan suhu minimum 25oC dan maksimum 35oC. Jenis tanah andosol (berwarna kelabu coklat tua/hitam) dengan tingkat keasaman tanah (pH) 6,0 – 7,5 (netral) sampai asam dan dasar tanah tambak lumpur berpasir. Kawasan Kecamatan Kedung beriklim sedang (tropis) dengan musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun. Jumlah curah hujan 2.564 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 99 hari (Data Programa Penyuluhan Perikanan Kecamatan Kedung, 2005).

2.1.2. Kondisi Usaha Perikanan
2.1.2.1. Potensi Sumberdaya Manusia
Jumlah penduduk Kecamatan Kedung 67.734 jiwa, Sumberdaya Manusia (SDM) yang bergerak di sektor perikanan berjumlah 2.026 orang yang terdiri dari nelayan perairan umum 412 orang, pembudidaya tambak 422 orang dan kolam 97 orang, serta pengolah (ikan asin/gereh dan terasi) 64 orang dan yang terlibat dalam bidang pemasaran dan juragan (pemberi modal) 1.031 oang (Data Programa Penyuluhan Perikanan Kabupaten Jepara, 2006).

2.1.2.2. Sarana dan Prasarana Produksi
Pada umumnya petambak bandeng di Kecamatan Kedung memilih daerah-daerah yang bertekstur tanah liat berlempung, dimana makanan alami akan tumbuh dengan baik pada bagian dasar dan sistem perakaran klekap akan kuat dan tidak mudah mengambang pada saat fotosintesa (siang hari). Areal tambak Kecamatan Kedung memiliki tekstur tanah pasir 30% dan lempung 70%, sehingga bagian tanah ada yang kurang produktif untuk menumbuhkan pakan alami (Data Programa Penyuluhan Perikanan Kabupaten Jepara, 2006).
Peralatan sangat diperlukan dalam membuat dan melengkapi tambak untuk kelancaran usaha. Peralatan yang biasa digunakan oleh pembudidaya di Kecamatan Kedung diantaranya pompa air, mesin penyedot air, serok, ember, dan keranjang.
Sarana dan prasarana penunjang yaitu sarana yang tidak digunakan secara langsung untuk proses produksi tetapi sangat menunjang kelancaran proses produksi. Sarana penunjang yang ada di Kecamatan Kedung diantaranya sarana transportasi umumnya baik itu jalan aspal sepanjang 28 km, yang diperluas 19 km, dan jalan yang masih berupa jalan tanah sepanjang 5 km. Komunikasi terjangkan denga baik karena di desa sudah ada sarana komunikasi.

2.1.2.3. Proses Produksi
a) Persiapan tambak
Persiapan tambak yang dilaksanakan pembudidaya bandeng konsumsi Kecamatan Kedung yaitu dengan pengolahan tanah tambak, pengeringan tambak sampai tambak menjadi retak dan kering. Perbaikan kontruksi tambak, perbaikan pintu air, apabila tambak sulit dikeringkan dapat digunakan pompa. Pengeringan tambak dilakukan selama 7 – 10 hari. Pengeringan dasar tambak dilakukan sehingga kadar air mencapai 18-20%.

b) Penebaran glondongan
Pembudidaya di Kecamatan Kedung menggunakan glondongan dengan ukuran 3-5 cm yang dibeli dari tengkulak di sekitar Kecamatan Kedung. Glondongan yang dibeli oleh tengkulak berasal dari luar Kabupaten Jepara, yaitu dari Pati, Lasem dan Juwana.

c) Pemeliharaan
Kondisi tambak di Kecamatan Kedung memerlukan pengamatan dan monitoring terhadap kualitas lingkungan, karena ketersediaan air pada pemeliharaan bandeng sangat tergantung dari potensi pasang surut air laut. Pertumbuhan bandeng dan organisme pakan bandeng seperti klekap memerlukan pasokan air yang cukup dan kualitas air untuk persyaratan hidup.
Usaha budidaya bandeng konsumsi di Kecamatan Kedung masih mengandalkan pakan alami berupa klekap.

d) Pemanenan
Pemanenan bandeng konsumsi dilakukan setelah ikan mencapai ukuran konsumsi. Panen bandeng yang dilakukan oleh pembudidaya di Kecamatan Kedung setelah 3-4 bulan masa pemeliharaan dengan ukuran rata-rata 6-8 ekor/kg atau 125 gram/ekor. (Data Programa Penyuluhan Perikanan Kabupaten Jepara, 2006).
Pembudidaya bandeng di Kecamatan Kedung melakukan kegiatan pemanenan dengan cara total dengan menggunakan jaring kantong atau melakukan pengeringan secara bertahap.

4. Pasca Panen
Pembudidaya di Kecamatan Kedung belum menerapkan cara pengemasan yang baik yaitu dengan menggunakan es serta sortasi sebelum dipasarkan.

5. Pemasaran
Sistem pemasaran produk yang dilakukan oleh pembudidaya di Kecamatan Kedung cukup pendek sehingga biaya pemasaran tidak banyak. Selain itu, karena sifat ikan yang mudah busuk maka diperlukan suatu penanganan yang memadai seperti sarana transportasi, pengangkutan, pengolahan, dan bangunan pusat pasar. Rantai pemasaran ikan bandeng konsumsi di Kecamatan Kedung dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rantai Pemasaran Ikan Bandeng Konsumsi di Kecamatan Kedung
(Data Programa Penyuluhan Perikanan Kabupaten Jepara, 2006).
Produk ikan bandeng konsumsi yang dipasarkan berukuran 6-8 ekor/Kg dengan harga jual Rp.8.000 /Kg. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, 2006)

6. Lembaga Penunjang
Ketersediaan lembaga penunjang dengan sendirinya akan mempercepat berlangsungnya perubahan ke arah positif. Selain koperasi dan bank, lembaga penunjang lain yang ada di Kecamatan Kedung yaitu kelompok pembudidaya dan penyuluh perikanan. Lembaga penunjang pembudidaya di Kecamatan Kedung dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Lembaga Penunjang Usaha Perikanan di Kecamatan Kedung
No Nama Lembaga Jumlah
1 KUD 1 Buah
2 Kios Saprodi 8 Buah
3 BRI Unit Desa 1 Buah
4 BKK 1 Buah
5 TPI 2 Buah
6 Pasar Umum 18 Buah
7 Kelompok pembudidaya 6 Kelompok
Sumber : Programa Penyuluhan Perikanan Kecamatan Kedung, 2006
2.1.3. Kondisi Penyuluhan
2.1.3.1. Kelembagaan Penyuluhan
Kelembagaan penyuluhan perikanan di Kecamatan Kedung diselenggarakan dibawah bagian perencanaan wilayah pesisir Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penyuluhan perikanan.

2.1.3.2. Ketenagaan Penyuluhan
Penyelenggaraan penyuluhan perikanan di Kecamatan Kedung dibina oleh seorang penyuluh perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara.
Kabupaten Jepara memiliki tenaga penyuluh yang menangani khusus bidang perikanan berjumlah 11 orang, dimana tiap penyuluh membina satu kecamatan. Kabupaten Jepara yang terdiri dari 14 Kecamatan, pada saat ini untuk tenaga penyuluh perikanan masih kekurangan tiga orang. Dalam menjalankan kegiatan penyuluhannya ada dua orang tenaga penyuluh perikanan yang membina dua kecamatan.

2.1.3.3. Penyelenggaraan Penyuluhan
Penyelenggaraan penyuluhan perikanan yang ada di Kecamatan Kedung dilakukan dengan mengoptimalkan potensi perikanan yang ada, yaitu dengan menampung aspirasi nelayan, pengolah ikan dan pedagang pengumpul sebagai pelaku utama baik perorangan maupun kelompok. Metode penyuluhan yang diterapkan yaitu metode pendekatan kelompok melalui diskusi kelompok dan kunjungan rumah.

2.1.3.4. Pembiayaan Penyuluhan
Pembiayaan penyuluhan di Kecamatan Kedung dikoordinir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, sumber dana diperoleh dari APBD stempat melalui hasi pengajuan setiap tahunnya.

2.2. Tinjauan Pustaka
2.2.1. Usaha Perikanan
Usaha perikanan adalah rangkaian dari lima sub sistem yang saling berhubungan dan terkait antara satu dengan yang lainnya guna menggerakan usaha perikanan yang dijalankan (Anonim, 2000). Adapun kelima sub sistem tersebut adalah :
a. Sarana Produksi
Sarana budidaya adalah semua fasilitas yang dimanfaatkan untuk kegiatan operasional baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana budidaya dibagi menjadi dua bagian yaitu sarana pokok dan sarana penunjang. Sarana pokok adalah semua fasilitas yang digunakan secara langsung untuk kegiatan produksi seperti petakan tambak, pompa, kincir, dan peralatan panen (Anonim, 1998).
a). Petakan tambak
Ahmad dan Yakob (1998) menyatakan bahwa secara teknis lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan serta biaya pemeliharaan tambak. Secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen. Keuntungan maksimal secara ekonomis dapat diperoleh jika lokasi yang dipilih mampu menurunkan biaya panen, transportasi dan meningkatkan akses pemasaran.
Budidaya ikan bandeng di Indoesia berpusat di pulau jawa dan beberapa tambak yang berada disana berlokasi 1 s/d 3 km dari laut (Bardach, 1972).
Menurut Fairus dkk (1999) yang mendasari sifat biologi ikan bandeng dengan bentuk tubuh yang stream line, ikan bandeng membutuhkan luas permukaan yang cukup lebar untuk berenang secara aktif dan cepat. Ukuran petakan untuk pemeliharaan ikan bandeng minimum disyaratkan 0,5 ha per unit. Apabila ukuran tambak terlalu kecil, untuk mempertahankan makanan alami sangat sulit dicapai.
Konstruksi tambak untuk pemeliharaan ikan bandeng disyaratkan adanya caren yang berfungsi sebagai tempat berlindung ikan bandeng pada saat proses penumbuhan pakan alami. Caren berfungsi sebagai tempat berteduh ikan ketika cuaca panas dan penampung lumpur. Bagian caren ini sedikitnya memiliki kedalaman 60 cm dan lebar minimum 4 m, sehingga ikan dapat tinggal dengan aman. Apabila tidak tersedia caren yang baik maka pertumbuhan ikan bandeng juga akan lambat, karena tidak tersedianya makanan yang cukup (Fairus dkk, 1999).
Pematang adalah bagian penting dari tambak yang berfungsi sebagai penyekat dan penahan air juga jalan untuk pengangkutan sarana produksi maupun hasil tambak. Pematang utama umumnya dibangun dengan lebar antara 2 sampai 2,5 meter dengan ketinggian 0,5 m di atas air pasang tertinggi. Sementara itu, pematang antara bisa dibuat lebih sempit yaitu 0,5 sampai 1,5 m dengan ketinggian sekitar 0,25 m (Fairus dkk, 1999).
Pintu air berfungsi sebagai pengendali atau pengatur air. Lebar pintu air dapat dibuat 0,6–1 m tingginya disesuaikan dengan ukuran pematang (tanggul). Sedangkan dasarnya harus lebih rendah atau sama dengan rata-rata pasang terendah guna menghindari terjadinya kebocoran dari dasar tambak. Pintu air pada tambak di Kecamatan Kedung terbuat dari kayu dan telah memenuhi kriteria seperti tersebut diatas (Anonim, 2005).
b) Pompa air berfungsi untuk mengalirkan air ke petak tambak baik pengisian awal maupun penggantian air serta pengeringan tambak.
c) Kincir untuk menambah kandungan oksigen dalam air serta untuk mengantisipasi stratifikasi suhu di dalam air, sebagian kecil pembudidaya tambak menggunakan kincir tradisional yang mengandalkan tenaga angin.
d) peralatan panen sangat diperlukan dalam membuat dan melengkapi tambak untuk kelancaran usaha. Peralatan panen yang biasa digunakan oleh pembudidaya di Kecamatan Kedung diantaranya mesin penyedot air, serok, ember, dan keranjang (Anonim, 2005).

b. Proses Produksi
1. Persiapan tambak
Syarat lingkungan biologi sangat penting agar tambak berfungsi optimal. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah melakukan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak melalui pengolahan lahan dimaksudkan untuk : (a) Menghilangkan lumpur yang berlebihan terutama di daerah caren; (b) Menghilangkan bahan organik yang merugikan; (c) Menutup lubang-lubang pada sisi tambak yang bisa menjadi jalan masuk binatang pemangsa dan jalan keluar bagi bandeng; (d) Memacu pertumbuhan bahan makanan alami bandeng melalui pengeringan tambak dan pembalikan lahan (Anonim, 2005).
Pengeringan dasar tambak yang bertujuan memperbaiki kondisi tanah, memineralisasi bahan-bahan organik dan menetralisir zat-zat beracun seperti H2S, amoniak (NH3), dan metana (CH4) yang berbahaya bagi kehidupan ikan. Pengeringan kurang sempurna tidak akan mempengaruhi pertumbuhannya klekap sehingga mudah lepas dari tanah selanjutnya mengapung ke permukaan air (Anonim, 2001).
Fairus dkk (1999) berpendapat bahwa pemupukan merupakan upaya dalam menumbuhkan makanan alami bagi bandeng yakni klekap, lumut dan fitoplankton dengan menjaga kecerahan air. Pupuk kandang kandang dosis 350 kg/ha dapat digunakan untuk menumbuhkan klekap . Sedangkan menurut Ismail dkk (1998) pupuk organik berupa kotoran ayam mengandung unsur N = 5%; MGO = 4%; SO3 = 2%; CO = 4%; K2O = 1,5%; dan P2O5 = 3%. Kotoran ayam sangat baik digunakan karena berfungsi ganda yaitu dapat merangsang penambahan pakan alami dan memperbaiki struktur tanah.
Pemupukan dasar tambak dapat menggunakan pupuk anorganik 50 kg/ha. Pemberian pupuk susulan dapat dilakukan 2 minggu sekali dengan dosis 2 kg urea dan 15 kg TSP untuk setiap ha tambak. Untuk menumbuhkan fitoplankton flagellata dan diatoma pemberian pupuk diberikan dengan perbandingan N dan P tertentu. fitoplankton diatoma lebih disukai oleh bandeng sebagai bahan makanan alami.
Setelah melakukan pemupukan tahapan berikutnya yaitu pemasukan air sedalam 3-10 cm dan pintu air ditutup rapat serta membiarkan air menguap sampai keadaan dasar tambak kering seperti semula. Bila seluruh permukaan dasar tambak (pelataran) telah terlihat adanya pertumbuhan klekap dengan subur (warna hijau muda), tahap berikutnya melakukan penambahan air setinggi 20 cm sehingga kedalaman air mencapai 40-60 cm dari pelataran dan tambak siap untuk ditebari bandeng.

2. Penebaran glondongan
Menurut Ismail dkk (1998) glondongan yang baik yaitu bila umurnya semakin tinggi maka semakin kecil mortalitasnya, dan bila umurnya 21 hari mortalitasnya akan tinggi sampai panen. Glondongan 28 hari mortalitas relatif rendah dan diperkirakan hanya mencapai 20 % sampai panen. Glondongan bandeng untuk konsumsi berasal dari alam atau panti benih yang diperoleh dari pedagang benih. Glondongan yang digunakan berukuran fingerling, yaitu berukuran 5-8 cm yang sebelumnya sudah dipelihara 1,5-2 bulan.
Penebaran glondongan sebaiknya pada keadaan cuaca baik dan bersuhu rendah seperti pagi atau sore hari. Sebelum penebaran, sebaiknya melakukan aklimatisasi/penyesuaian terhadap suhu dan salinitas air tambak. Padat penebaran yang tergantung pada persediaan klekap (tradisional) yang cukup baik (tebal 2-3 mm) dapat ditebar benih antara 2.000-5.000 ekor/ha (Ismail dkk, 1998). Akan tetapi TVR Pillay (1988) mengatakan bahwa padat tebar ikan bandeng gelondongan dapat mencapai 10 – 15 ekor/m2.
Penebaran dari glondongan memiliki keuntungan yaitu memerlukan waktu yang singkat dan kondisi benih waktu ditebar cukup kuat (Ismail dkk, 1998).

3. Pemeliharaan
Parameter kualitas air yang layak bagi kehidupan bandeng dan kehidupan lainya (klekap dan plankton) adalah : pH air 7,5-8,5; salinitas 15-30 ppt dan hindari fluktuasi yang terlalu tinggi; kecerahan 20-40 cm, DO 6-8 ppm, dan suhu 15-31 0C dan menghindari fluktuasi yang terlalu tinggi (Anonim, 2001). Idealnya tambak mempunyai salinitas 10 – 35 promil ( Bardach, 1972)
Kondisi tambak yang sebenarnya memerlukan pengamatan dan monitoring terhadap kualitas lingkungan, karena ketersediaan air pada pemeliharaan bandeng sangat tergantung dari potensi pasang surut air laut. Pertumbuhan bandeng dan organisme pakan bandeng seperti klekap memerlukan pasokan air yang cukup dan kualitas air untuk persyaratan hidup.
Usaha budidaya bandeng konsumsi rata-rata masih mengandalkan pakan alami berupa klekap. Klekap yaitu suatu mikrobentik biologikal kompleks yang berarti gabungan dari jasad renik yang ada di dasar perairan, yang sebagian besar terdiri dari alga kresik (Diatomae) dan alga biru (Cyanophiceae) yang merupakan makanan yang ideal untuk nener dan glondongan bandeng.

4. Pemanenan
Ismail dkk (1998) menyatakan bahwa ukuran bandeng konsumsi 250-500 gram. Pemanenan bandeng konsumsi dilakukan setelah ikan mencapai ukuran 500-800 gram atau masa pemeliharaan 5-6 bulan dari benih berukuran fingerling.
Pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yakni panen selektif dan total. Panen selektif dapat digunakan jaring atau jala. Pemanenan total dapat digunakan jaring kantong atau dengan melakukan pengeringan secara bertahap (Anonim, 2001).
Produksi maksimum dari suatu tambak adalah 600 kg/ha dengan SR (tingkat kelangsungan hidup) antara 60 – 80%. Sebenarnya bobot ikan bandeng dapat mencapai 1 – 3 kg akan tetapi kebanyakan pembudidaya memproduksinya antar 300 s/d 800 gr (Bardach, 1972)

c. Pasca Panen
Pasca panen adalah kegiatan setelah panen yang berawal dari hasil produksi, penanganan, pengolahan, pengangkutan, distribusi, pada pemasaran, pedagang besar dan eceran sampai disalurkan atau dikonsumsi oleh konsumen (Ilyas, 1983). Teknologi pasca panen meliputi semua ilmu, metoda, teknik, sistem serta peralatan dan prosedur yang dipakai dalam kegiatan pasca panen termasuk teknologi pemasaran
Kualitas ikan bandeng hasil usaha budidaya dipengaruhi dari cara panen sampai pasca panen. Pemanenan harus dilakukan dengan baik supaya hasilnya berkualitas dan tidak cacat agar tidak mempengaruhi harga jualnya. Es curah digunakan untuk trasportasi ikan segar ke pasar atau ke tempat pengolah ikan (Ahmad dan Yakob, 1998).

d. Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial, dimana individu juga kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai komoditas (Rangkuti, 2000).

e. Layanan Pendukung
Menurut Effendi I dan A. Sudrajat, 2006 bahwa subsistem pendukung mencakup lembaga atau individu yang terkait dengan permodalan, peraturan, pembinaan, penelitian, pengembangan, penyuluhan dan pengembangan sumberdaya manusia lainnya. Lembaga permodalan seperti perbankan, lembaga keuangan mikro atau koperasi berperan dalam mendukung permodalan maupun transaksi bisnis perikanan.
Peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh pusat maupun daerah seyogyanya mendukung perkemangan usaha perikanan. Melalui peraturan yang dikeluarkannya menjadi stimulator, fasilitator dan katalisator pembangunan ekonomi masayarakat sehingga bisa memberikan kepastian kenyamanan dan jaminan berusaha.
Undang-undang perikanan No 31 Tahun 2004 tentang perikanan sudah jelas mengkaper setiap jenis usaha perikanan yang ada di Indonesia sehingga kegiatan usaha perikanan dapat berjalan dengan baik.

2.2.2. Sistem Penyuluhan
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah melalui pengembangan sumberdaya manusia yang merupakan faktor kunci yang harus diperhatikan. Upaya dalam mewujudkan hal tersebut yaitu dengan mengembangkan program kegiatan penyuluhan khususnya di bidang perikanan.
Penyuluhan perikanan adalah salah satu pendidikan non formal yang ditujukan kepada masyarakat khususnya nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan beserta keluarganya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan motivasi masyarakat, khususnya nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan beserta keluarganya, terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya (Anonimus , 2002).
Pembangunan otonomi daerah dimana titik kendali pembangunan berada di level pemerintah daerah sebagai motor dan pelaku aktivis didaerahnya. Kabupaten Jepara khususnya Kecamatan Kedung, agar roda pembangunan bisa berjalan secara berkelanjutan, serasi dan terintegritas perlu adanya sharing dengan berbagai pihak, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Menurut Poernomo (2005) kegiatan penyuluhan memerlukan suatu cara atau teknik tertentu untuk menyampaikan informasi kepada sasaran. Berdasarkan sifatnya metode penyuluhan dapat menggunakan salah satu atau kombinasi dari berbagai metoda, yakni bersifat massal, kelompok, dan individu. Metode bersifat massal adalah metode penyuluhan yang sasarannya berupa komunitas masyarakat luas. Media yang dapat dipergunakan dalam metoda ini meliputi : media elektronik seperti internet, televisi, radio, film, video, media cetak seperti koran, majalah, brosur, poster, dan media lainnya seperti penyelenggaraan pameran.
Khalayak yang disuluh meliputi seluruh lapisan masyarakat yang dapat dikelompokkan yaitu : nelayan pembudidaya ikan, pengolah ikan, pedagang ikan, pengusaha perikanan, generasi muda, tokoh adat dan masyarakat, pemuka agama, aparatur pemerintahan, dan kelompok masyarakat lainnya yang berkaitan secara langsung atau tidak dengan perikanan.

2.2.2.1. Kelembagaan Penyuluhan Perikanan
Setelah berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka kewenangan berada di Pemerintah Daerah/Kabupaten/Kota (Saragih, 2002). Berlakunya otonomi daerah/desentralisasi maka penyelenggaraan penyuluhan di Kabupaten Jepara yang menyangkut aspek-aspek perencanaan, kelembagaan, ketenagaan, program manajemen dan pembiayaan menjadi wewenang wajib tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota.
Penyuluhan perikanan di daerah dilaksanakan oleh unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penyuluhan perikanan pada salah satu dinas yang terkait erat dengan bidang perikanan. Kelembagaan penyuluhan di daerah dibentuk di propinsi, kabupaten/kota, dan unit kerja lapangan dengan nama lembaganya ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah masing-masing.

2.2.2.2. Ketenagaan Penyuluhan Perikanan
Bupati atau walikota dapat memilih sebagian dari beberapa macam penyuluh, untuk digunakan sesuai kondisi dan wilayah masing-masing. Aneka penyuluh itu adalah Penyuluh Fungsional, Penyuluh PNS Non-Fungsional, Penyuluh Mandiri, Penyuluh Swasta dan Penyuluh Tenaga Kontrak.
Pada prinsipnya setiap orang yang memiliki pengetahuan tentang perikanan dan mampu berkomunikasi dapat menjadi seorang penyuluh. Namun dalam penyuluhan perikanan, persyaratan administrasi untuk menjabat sebagai penyuluh fungsional adalah seseorang dengan kualifikasi pendidikan minimal Diploma III di bidang perikanan atau keahlian yang sejenis dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Poernomo, 2005).
Menurut Anonimus (2005) analisis kemampuan seorang penyuluh perikanan dalam bertugas di budidaya laut adalah 210 unit (optimalisasi 1 pembudidaya rumput laut menangani 7 unit); kemampuan seorang penyuluh bertugas di budidaya air payau adalah 75 ha tambak rakyat; dan kemampuan seorang penyuluh bertugas di budidaya air tawar adalah 80 ha.

2.2.2.3. Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan
Penyelenggaraan penyuluhan meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyuluham. Kegiatan perencanaan penyuluhan meliputi kegiatan penetapan sasaran, amteri, metode, tempat dan waktu pelaksanaan penyuluhan. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan pada waktu yang tepat yaitu sesuai dengan tujuan dan kebutuhan sasarn, serta di lokasi yang tepat.(Mardikanto, 1993). Evaluasi penyuluhan dapat dibagi ke dalam berbagai jenis tergantung dari tujuan evaluasi dan fase kegiatan yang dilakukan. Menurut Thomas S,dkk (2005), jenis-jenis evauasi adalah sebagai berikut : Evaluasi awal (Pre Evaluation), Evaluasi proses atau evaluasi pelaksanaan (On Going Evaluation), Evaluasi akhir (Post Evaluation) dan Evaluasi dampak (Expost Evaluation).

2.2.2.4. Pembiayaan Penyuluhan Perikanan
Sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota, baik secara sektoral maupun lintas sektoral, maupun sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat (Anonimusb, 2006).
2.3. Analisis Masalah
a. Analisis SWOT
Suatu bentuk analisis masalaha yang paling sering digunakan adalah analisis SWOT, Analsis SWOT adalah identifikasi berbagai factor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Suratman, 2001).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor – faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.
SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan Eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) (Rangkuti, 1997).

b. Analisis Pohon Masalah
Analisis pohon masalah adalah suatu teknik untuk dapat melihat akar permasalahan. Analisa pohon masalah sering dipakai dengan masyarakat sebab sangat visual dan melibatkan banyak orang dengan waktu yang sama. Teknik ini dapat dipakai dalam situasi berbeda, dimana saja dengan penyebab masalah yang kurang jelas.
Adapun tahapan dari analisis phon masalah adalah :
a) Identifikasi masalah utama
b) Identifikasi penyebab masalah tersebut
c) Mengelompokan penyebab masalah tersebut
d) Mengidentifikasi tingkatan penyebab
e) Menentukan tujuan dan harapan
f) Memprioritaskan masalah yang paling mendesak
g) Memprioritaskan harapan yang paling efektif
h) Mudah dan realistis untuk dicapai
i) Menyusun rencana kegiatan dengan metode 5 W dan 1 H.
(Anonimus, 2007)

PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUH PERIKANAN SWADAYA/KONTAK PELAKU UTAMA PERIKANAN

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan mengamanatkan kegiatan penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya. Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.

Penyuluh perikanan swadaya selama ini telah berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap pelaku utama. Salah satu wadah kelembagaan penyuluhan swadaya adalah Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). P4S sebagai institusi yang tumbuh, bergerak dan mengakar di masyarakat yang dilatarbelakangi oleh adanya sikap solidaritas antar sesama pelaku utama dan pelaku usaha untuk saling bertukar ilmu dan pengalaman tentang keberhasilannya khususnya dalam bisnis perikanan melalui proses pembelajaran. P4S merupakan lembaga pendidikan bidang pertanian/perikanan dan pedesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani-nelayan baik secara perorangan maupun kelompok.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari kontak pelaku utama dalam mengembangkan bisnis perikanan di pedesaan serta untuk menumbuhkan minat dan motivasi kontak pelaku utama untuk secara swadaya melakukan kegiatan penyuluhan perikanan di lapangan, Pusat Pengembangan Penyuluhan (Pusbangluh) BPSDMKP mengadakan kerja sama kemitraan penyuluhan dengan P4S KOPSES di Ciseeng Kabupaten Bogor berupa kegiatan “Peningkatan Kapasitas Penyuluh Perikanan Swadaya/Kontak Pelaku Utama Perikanan” dengan tema “Optimalisasi Peran Penyuluh Swadaya/Kontak Pelaku Utama dalam Mengembangkan Bisnis Perikanan di Pedesaan”, yang dilaksanakan pada tanggal 4-8 November 2008 bertempat di P4S KOPSES Desa Cibeuteung Muara Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.

Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Bidang Program Pusbangluh pada tanggal 4 November 2008, dan dihadiri oleh Ketua P4S, Wakil Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Wakil Kepala UPTD Penyuluhan Kabupaten Bogor dan Sekretaris Camat Ciseeng Kabupaten Bogor.

Peserta yang mengikuti kegiatan ini sebanyak 13 orang kontak pelaku utama bidang perikanan dari 13 kabupaten/kota yang berasal dari 7 provinsi, yaitu: Provinsi Sumatera Barat (Kabupaten Padang Pariaman); Provinsi Kalimantan Selatan (Kabupaten Tanah Laut); Provinsi Banten (Kabupaten Pandeglang); Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Cirebon); Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Pati); Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Sleman); serta Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Banyuwangi).

Tujuan dari kegiatan ini yaitu: 1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari kontak pelaku utama dalam mengembangkan bisnis perikanan di pedesaan; 2) menjalin kemitraan penyuluhan yang harmonis antara P4S Kopses dengan kontak pelaku utama bidang perikanan; dan 3) menginisiasi penumbuhan penyuluh swadaya bidang perikanan dari kontak pelaku utama.

Materi dari kegiatan ini yaitu: 1) Peran Penyuluh Swadaya dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan; 2) Peran P4S dalam Mengembangkan Swadaya Pelaku Utama untuk Meningkatkan Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap serta Menumbuhkembangkan Profesionalisme di Bidang Bisnis Perikanan di Pedesaan; 3) Praktek Budidaya Ikan Gurame; 4) Praktek Budidaya Ikan Lele; 5) Praktek Budidaya Ikan Patin; 6) Praktek Budidaya Ikan Mas; 7) Field Trip/kunjungan lapangan ke Pasar Ikan Tradisional di Parung, Pembudidaya Ikan Hias, Kelompok Pembudidaya Ikan Lele “Tunas Mekar” di Desa Putat Nutug Kecamatan Ciseeng, serta Pusat Pengembangan dan Pemasaran Ikan Hias (Raiser Ikan Hias Cibinong); 8) Inisiasi Penumbuhan P4S Perikanan; dan 9) Penyusunan Rencana Tindak lanjut Peserta.

Pada tanggal 8 November 2008 kegiatan Peningkatan Kapasitas Penyuluh Perikanan Swadaya/Kontak Pelaku Utama Perikanan ditutup oleh Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan, yang diawali dengan dialog antara Kapusbangluh dengan peserta penyuluh swadaya guna mendiskusikan peran penyuluh swadaya dalam penyuluh perikanan.

Salah satu hasil rekomendasi dari kegiatan tersebut adalah Pusbangluh akan melanjutkan kerja sama dengan P4S bidang Perikanan guna meningkatkan kapasitas penyuluh perikanan swadaya/kontak pelaku utama perikanan tahun 2009.


Sumber : Pusat Pengembangan Penyuluhan
(

RENCANA KEBUTUHAN PENYLUH PERIKANAN 2008 – 2013

Sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2006 tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN, ketenagaan penyuluh terdiri dari (a) Penyuluh Pemerintah, (b) Penyuluh Swadaya dan (c) Penyuluh swasta. Dengan demikian rekruitmen penyuluh baru tidak hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga pihak swasta.Saat ini jumlah penyuluh perikanan (pemerintah) yang tercatat sampai dengan bulan Agustus tahun 2008 sebanyak 4.205 orang terdiri dari :
  • PNS fungsional sebanyak : 2.562 orang
  • CPNS daerah sebanyak : 278 orang
  • Honor daerah sebanyak : 687 orang
  • Kontrak daerah sebanyak : 280 orang
  • Kontrak Pusat (PPTK) sebanyak : 388 orang
Penyuluh perikanan pemerintah, satuan administrasi pangkalnya terdapat ditingkat kabupaten dan kota. Kewenangan rekruitment tenaga baru penyuluh perikanan pemerintah (CPNS) berada pada bupati dan walikota.
Berdasarkan (1) Kemampuan penyuluh perikanan dalam melakukan pembinaan kelompok pelaku utama secara efektif sebanyak 15 kelompok @ 25 – 30 orang; (2) Terdapat 70 % kecamatan diseluruh Indonesia dominan usaha perikanan (budidaya, penangkapan dan pengolahan hasil) dan dominan usaha pelestarian sumberdaya perairan (terumbu karang, mangrove (3) Satu kecamatan memerlukan 3 orang penyuluh perikanan dengan bidang keahlian budidaya, pengolah sumberdaya perairan dan bidang keahlian budidaya, pengelolaan sumberdaya perairan dan pengolahan hasil, maka DKP memerlukan penyuluh perikanan pemerintah PNS sebanyak 12.280 (dua belas ribu dua belas delapan puluh) orang.
Saat ini jumlah penyuluh perikanan pemerintah yang telah berstatus PNS sebanyak 2.562 orang dan CPNS 278 orang yang tersebar di 464 kabupaten/kota. Dengan demikian dibutuhkan sebanyak 9.440 yang terpenuhi selama kurun waktu 5 tahun (2008 – 2013).
Rekrueitment tenaga penyuluh perikanan baru (CPNS), sampai dengan tahun 2007 belum bisa terpenuhi secara maksimal karena masih belum adanya jabatan fungsional penyuluh perikanan. Diharapkan pada akhir September 2008 akan terbit Peraturan Menteri PAN tentang jabatan fungsional penyuluh perikanan. Adanya jabatan fungsional penyuluh perikanan tersendiri yang terpisah dari jabatan fungsional penyuluh pertanian akan menghilangkan keraguan pemerintah daerah (kab/kota) dalam melakukan rekruitment calon penyuluh perikanan. Diharapkan mulai tahun 2009 akan dapat dilakukan rekruitment tenaga penyuluh perikanan untuk memenuhi kebutuhan dimasing masing daerah.

Departemen Kelautan dan Perikanan, melalui Badan Pengembangan SDMKP, berdasarkan sebaran dan keberadaan penyuluh perikanan yang ada, merencanakan kebutuhan tahunan rekruitment tenaga penyuluh perikanan dengan pemikiran :
  • Menyeimbangkan tenaga penyuluh perikanan antara jawa dan luar jawa, antara wilayah barat dengan wilayah tengah dan wilayah timur.
  • Sebaran tenaga penyuluh perikanan labih banyak diwilayah jawa, sehingga wilayah luar jawa menjadi lebih banyak jawa, sehingga wilayah luar jawa menjadi lebih banyak rekruitment tenaga penyuluh perikanannya. Perbandingan jumlah penyuluh jawa dengan laur jawa adalah 2.1.
  • Sebaran tenaga penyuluh perikanan di luar jawa, banyak terkonsentrasi di wilayah Indonesia bagian barat dan wilayah Indonesia bagian timur (kecuali di Propinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah Maluku Utara dan Papua Barat yang jumlah penyuluh perikananya kurang dari 40 orang), sehingga rekruitmen tenaga baru penyuluh perikanan akan lebih banyak di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.


Peta kebutuhan rekruitmen tenaga penyuluh perikanan 2009 – 2013

No.

Wilayah

Jumlah yang ada (PNS + CPNS



Rencana kebutuhan/rekruiment penyuluh perikanan (orang)




2009

2010

2011

2012

2013

Total



2.840

1.879

1.804

1.975

1.968

1.814

12.280

1.

Indonesia Barat

1.455

520

534

527

520

534

4.090

2.

Indonesia Tengah

689

680

600

760

760

610

4.099

3.

Indonesia Timur

696

679

670

688

688

670

4.091

Strategi rekruitment akan dilakukan DKP bekerjasama dengan Kantor BKN dan Kantor MENPAN dalam memplotkan alokasi rekruitment penyuluh perikanan CPNS untuk setiap kabupaten/kota setiap tahun. Selama ini penetapan alokasi tenaga CPNS untuk kabupaten/kota khusus untuk tenaga penyuluh perikanan. Mulai tahun 2009 diharapkan sudah menyebutkan/menuliskan quato untuk penyuluh perikanan untuk menjadi CPNS di setiap kabupaten/kota.

Demikianlah rencana alokasi kebutuhan tenaga CPNS penyuluh perikanan setiap tahunnya selama 5 tahun (2009 – 2013).

Selain tenaga penyuluh perikanan PNS dibutuhkan juga tenaga penyuluh perikanan swasta dan penyuluh perikanan swadaya untuk memperkuat penyelenggaraan penyuluh perikanan di kabupaten/kota. Ditargetkan keberadaan tenaga penyuluh perikanan swasta sebanyak 20% dari jumlah penyuluh perikanan PNS dan tenaga penyuluh perikanan swadaya sebanyak 10 % dari jumlah penyuluh perikanan PNS. Sampai dengan tahun 2013 ditargetkan jumlah penyuluh perikanan swasta sebanyak 2.450 orang yang direkruit dari 640 perusahaan perikanan se Indonesia dan 1.300 penyuluh perikanan swadaya yang berasal dari ketua kelompok pelaku utama perikanan se Indonesia. Untuk penyuluh swadaya dikukuhkan oleh Bupati/Walikota setempat.

Sumber :
Badan Pengembangan SDM-KP
DKP


Sabtu, 21 Maret 2009

PEMBESARAN IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcalifer, Bloch)

DI KERAMBA JARING APUNG


1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk
usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak
berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan
Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di
laut telah berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama
seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis,
baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di
hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang
menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah
masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama
dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008
dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan
April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon,
namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva.
Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara
larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung.
Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah
dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang
dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar
terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous
(dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang
menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air
tawar.
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa
nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur),
dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap
taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah
menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian
punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi
keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
c. Mata berwarna merah cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip
ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan
lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha
budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan
pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan
kakap putih di laut adalah:
a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar
antara 5 ~ 7 meter.
c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah diperoleh.
f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
1) Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring
apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur.
Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:
- Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna
untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
- Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
- 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan
kurungan.
- Bahan: Bambu atau kayu
- Ukuran: 8 m x 8 m
c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana
budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
- Jenis: Drum (Volume 120 liter)
- Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya
akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
- Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
- Jumlah : 4 buah
- Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
e. Ukuran benih yang akan
Dipelihara: 50-75 gram/ekor
f. Pakan yang digunakan: ikan rucah
g. Perahu : Jukung
h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
2) Konstruksi wadah pemeliharaan
Gambar 1. Kerangka Rakit
Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu
dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka
rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring
dapat dilihat pada gambar 2.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 2. Cara Mengikat Jaring
Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur Sangkar
Untuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar
4.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 4. Pelampung Diikatkan pada Bambu/Kerangka Rakit
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil
pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah
disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada
kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang
ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan
takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan
adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1
dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran
yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerangkerangan
dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan
menyebabkan kurungan bertambah berat.
Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali
dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak
sedikitnya organisme yang menempel.
Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa
ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan
algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara
menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan
peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan.
Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala,
guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan.
Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak
seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan
terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan,
perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ±
500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan
hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250
kg/unit/periode budidaya.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit,
kemudian dilakukan penyerokan.
3) Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di
laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini
termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang
virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara
lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk
tubuh dll.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan
jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
1) Biaya Investasi
- Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
- Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
- Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
Jumlah 1) Rp. 2.950.000,-
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Biaya Operasional
- Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
- Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
- Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
Jumlah 2) Rp. 9.650.000,-
3) Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
4) Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
5) Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
6) Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
7) Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993,
Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
1) Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap
Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen
Perikanan, Lampung.
2) Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen
Perikanan, Lampung.
3) Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada
Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
4) Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap
(Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
Jakarta.
5) Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH
Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research
Centre. Jakarta.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di
Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian,
1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
Jakarta, Maret 2001
Disadur oleh : Tarwiyah
PEMBESARAN IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcalifer, Bloch)

DI KERAMBA JARING APUNG


1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk
usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak
berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan
Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di
laut telah berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama
seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis,
baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di
hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang
menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah
masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama
dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008
dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan
April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon,
namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva.
Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara
larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung.
Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah
dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang
dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar
terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous
(dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang
menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air
tawar.
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa
nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur),
dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap
taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah
menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian
punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi
keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
c. Mata berwarna merah cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip
ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan
lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha
budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan
pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan
kakap putih di laut adalah:
a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar
antara 5 ~ 7 meter.
c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah diperoleh.
f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
1) Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring
apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur.
Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:
- Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna
untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
- Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
- 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan
kurungan.
- Bahan: Bambu atau kayu
- Ukuran: 8 m x 8 m
c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana
budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
- Jenis: Drum (Volume 120 liter)
- Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya
akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
- Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
- Jumlah : 4 buah
- Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
e. Ukuran benih yang akan
Dipelihara: 50-75 gram/ekor
f. Pakan yang digunakan: ikan rucah
g. Perahu : Jukung
h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
2) Konstruksi wadah pemeliharaan
Gambar 1. Kerangka Rakit
Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu
dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka
rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring
dapat dilihat pada gambar 2.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 2. Cara Mengikat Jaring
Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur Sangkar
Untuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar
4.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Gambar 4. Pelampung Diikatkan pada Bambu/Kerangka Rakit
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil
pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah
disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada
kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang
ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan
takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan
adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1
dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran
yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerangkerangan
dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan
menyebabkan kurungan bertambah berat.
Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali
dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak
sedikitnya organisme yang menempel.
Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa
ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan
algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara
menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan
peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan.
Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala,
guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan.
Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak
seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan
terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan,
perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ±
500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan
hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250
kg/unit/periode budidaya.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit,
kemudian dilakukan penyerokan.
3) Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di
laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini
termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang
virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara
lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk
tubuh dll.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan
jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
1) Biaya Investasi
- Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
- Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
- Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
Jumlah 1) Rp. 2.950.000,-
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Biaya Operasional
- Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
- Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
- Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
Jumlah 2) Rp. 9.650.000,-
3) Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
4) Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
5) Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
6) Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
7) Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993,
Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
1) Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap
Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen
Perikanan, Lampung.
2) Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen
Perikanan, Lampung.
3) Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada
Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
4) Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap
(Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
Jakarta.
5) Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH
Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research
Centre. Jakarta.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di
Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian,
1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
Jakarta, Maret 2001
Disadur oleh : Tarwiyah

BUDIDAYA IKAN GURAME
(
Osphronemus gouramy)


1. PENDAHULUAN
Gurame merupakan ikan yang memiliki pertumbuhan agak lambat namun
harganya relatif meningkat setiap saat. Untuk DKI Jakarta, jenis ikan ini cocok
karena tidak memerlukan air yang mengalir.
Untuk memberi petunjuk bagi masyarakat yang berminat di bawah ini diuraikan
tata cara budidayanya.
2. JENIS
Jenis ikan gurame yang dikenal masyarakat berdasarkan bentuknya ada 2
(dua) yaitu:
1) Gurame angsa (soang) : badan relatif panjang, sisik relatif lebar. Ukuran
yang bisa dicapainya berat 8 kg, panjang 65 cm.
2) Gurame Jepang : badan relatif pendek dan sisik lebih kecil. Ukuran yang
dicapai hanya 45 cm dengan berat kurang dari 4,5 kg.
Jika dilihat dari warnanya terdapat gurame hitam, putih dan belang.
3. MEMILIH INDUK
Induk yang dipakai sebaiknya mencapai umur 3 tahun.
Untuk membedakan induk jantan dan betina bisa dilihat dari ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Induk betina
Ikan betina mempunyai dasar sirip dada yang gelap atau berwarna
kehitaman, warna dagu ikan betina keputih-putihan atau sedikit coklat, jika
diletakkan di lantai maka ikan betina tidak menunjukan reaksi apa-apa.
Sebaiknya sudah berumur 3~7 tahun.
2) Induk jantan
Ikan jantan mempunyai dasar sirip berwarna terang atau keputih-putihan,
mempunyai dagu yang berwarna kuning, lebih tebal daripada betina dan
menjulur. Induk jantan apabila diletakkan pada lantai atau tanah akan
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
menunjukan reaksinya dengan cara mengangkat pangkal sirip ekornya ke
atas.
Selain mengetahui perbedaan induk jantan dan betina, perlu juga diketahui
demi keberhasilan pembenihan gurame ini.
Induk telah berumur 3~7 tahun. Berbeda dengan induk ikan tambakan, induk
ikan gurame ini semakin bertambah umurnya akan mengeluarkan telur semakin
banyak, perut akan membulat dan relatif penjang dengan warna badan terang.
Sisik-sisiknya usahakan tidak cacat/hilang dan masih dalam keadaan tersusun
rapi.
Induk betina yang cukup umur dan matang kelamin ditandai dengan perutnya
akan membesar ke belakang atau di dekat lubang dubur. Pada lubang anus
akan nampak putih kemerah-merahan. Dan apabila kita coba untuk meraba
perutnya akan teras lembek.
4. PEMIJAHAN
Pemasukan air dilakukan pagi-pagi sekali, sehingga menjelang jam 10.00
kolam telah berisi air setengahnya. Induk-induk yang telah lolos seleksi
dimasukkan dalam kolam dengan hati-hati dan penuh kasih sayang.
Perbandingan jumlah antara induk jantan dan betina biasa 1 : 1 - 14. Dengan
harapan induk jantan paling sedikit bisa mengawini dua ekor induk betina dalam
satu tarikan.
Setelah dilepaskan dalam kolam pemijahan biasanya induk jantan tidak
otomatis langsung membuat sarang, tetapi terlebih dahulu berjalan-jalan,
berenang kesana-sini mengenal wilayahnya. Setelah 15 hari sejak dilepaskan,
induk jantan biasanya sudah langsung disibukkan oleh kegiatannya membuat
sarang.
Garis tengah sarang biasanya kurang lebih 30 cm, yang biasanya dikerjakan
oleh induk jantan ini selama seminggu (7 hari). Setelah sarang selesai dibuat,
induk jantan cepat-cepat mencari dan merayu induk betina untuk bersamasama
memijah disarang. Induk betina ini akan menyemprotkan telur-telurnya
kedalam sarang melalui lubang sarang yang kecil, kemudian jantan akan
menyemprotkan spermanya, yang akhirnya terjadilah pembuahan didalam
istana ijuk ini. Tidak seperti halnya ikan mas yang pemijahannya hanya
beberapa jam saja, pemijahan ikan gurame ini biasanya berlangsung cukup
lama. Induk jantan bertugas menjaga sarang selama pemijahan berlangsung.
Setelah pemijahan selesai, biasanya giliran induk betina yang bertugas
menjaga keturunannya, dengan terlebih dulu menutup lubang sarang dengan
ijuk atau rumputan kering.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Dengan nalurinya sebagai orang tua yang baik, biasanya induk betina ini
menjaga anaknya dengan tak lupa mengipaskan siripnya terutama sirip ekor
kearah sarang. Gerakan sirip induk betina ini akan meningkatkan kandungan
oksigen terlarut dalam air. Air dengan kandungan oksigen yang cukup akan
membantu menetaskan telur-telur dalam sarang. Sebab seperti diketahui,
telurpun butuh oksigen dalam prosesnya menjadi benih ikan. Sementara
dengan kasih sayang induk betina menjaga keturunanya, induk jantan akan
kembali menyusun sarang dan memikat induk betina yang lainnya untuk
melanjutkan keturunannya.
Dari atas kolam kita bisa mengetahui induk-induk yang telah memijah tanpa
turun ke kolam dengan melihat adanya bau amis, dan terlihat adanya lapisan
minyak tepat di atas sarang pemijahan.
5. PENETASAN
Penetasan telur bisa dilakukan di paso, aquarium atau pun ember-ember
plastik. Cara memindahkan telur dari dalam sarang ke paso/aquarium
dilakukan dengan hati-hati tidak terlalu kasar untuk menghindari agar telur tidak
pecah. Sarang bahan dari ijuk yang ada 5 cm dibawah permukaan air dan
telah ditutup rapat, diangkat dengan cara dimasukkan kedalam ember yang
berisi 3/4 bagian ember. Sarang menghadap ke atas dan ditenggelamkan
kemudian perlahan-lahan tutup sarang dibuka, maka telur-telur akan keluar dan
mengambang dipermukaan air. Selanjutnya telur diangkat dengan mengunakan
piring kecil untuk dipindahkan ke pasoaquarium atau ember bak yang telah diisi
air bersih yan sudah diendapkan. Penggantian air dilakukan secara rutin agar
telur-telur menetas dengan sempurna dan telur yang tidak menetas segera
dikeluarkan.
Telur akan menetas dalam tempo 30 ~ 36 jam.
6. PENDEDERAN
Selama 5 hari benih-benih belum membutuhkan makanan tambahan, karena
masih mengisap kuning telur (yolk sack). Setelah lewat masa itu benih
membutuhkan makanan yang harus disuplai dari luar. Oleh karenya jika masih
belum ditebarkan di kolam harus diberi makan infusoria.
Jika benih hendak ditebarkan di kolam, kolam harus dikeringkan dan dipupuk
dengan pupuk kandang 1 kg/m2. Setelah seminggu benih ditebarkan, yaitu
ketika air kolam sudah berubah menjadi kehijau-hijauan. Benih gurame umur 7
hari dapat dipasarkan kepada para pendedar dengan system jual sarang
sehinga frekwensi pembenihan dapat ditingkatkan.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Padat tebar pendederan 50 ~ 100 ekor/m2, sementara kolam yang digunakan
berkisar 50.250 m2.
7. PENUTUP
Meskipun pemeliharaan gurame relatif membutuhkan waktu lama namun harga
jual yang tinggi tetap akan memberi keuntungan.
8. SUMBER
Dinas Perikanan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1997
9. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Perikanan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jakarta
Jakarta, Maret 2001
Disadur oleh : Tarwiyah
KEMBALI KE MENU

budidaya ikan mas

PENDAHULUAN

Ikan mas (Cyorinus carpio, L.) merupakan spesies ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan terdomestikasi dengan baik di dunia. Di Cina, para petani telah membudidayakan sekitar 4000 tahun yang lalu sedangkan di Eropa beberapa ratus tahun yang lalu. Sejumlah varietas dan subvarietas ikan mas telah banyak dibudidayakan Asia Tenggara sebagai ikan konsumsi dan ikan hias.

Berdasarkan keanekaragaman genetik, ikan mas memiliki keistimewaan karena banyak strain/ras. Hal ini disebabkan karena: 1) penyebaran daerah asal mulai dari Cina sampai ke daratan Eropa sangat luas dengan keadaan lingkungan yang bervariasi dan secara geografis terisolasi, 2) daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, 3) akumulasi mutasi dan 4) seleksi secara alami maupun oleh karya manusia (Hulata, 1995). Daya adaptasi yang tinggi juga menyebabkan ikan mas dapat hidup dalam ekosistem dataran rendah sampai dataran tinggi (sampai ketinggian 1800 m dpl.). Strain tersebut tampak dari keragaman bentuk sisik, bentuk tubuh dan warna. Beberapa strain yang sudah di kenal di tanah air diantaranya adalah Majalaya, Punten, Sinyonya, Domas, Merah/Cangkringan, Kumpai dan sebagainya (Hardjamulia, 1995).

Usaha pemeliharaan ikan mas makin berkembang, dengan ditemukannnya teknologi pembesaran secara intensif di KJA (karamba jaring apung) dan KAD (kolam air deras). Dengan demikian kebutuhan benih makin meningkat.

TEKNIK PRODUKSI IKAN MAS

A. Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan nila antara lain peneplokan/ perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.

B. Pembenihan

1. Pemeliharaan dan Seleksi Induk

Induk dipelihara di kolam khusus secara terpisah antara jantan dan betina. Pakan yang diberikan berupa pellet dengan kandungan protein 25%. Dosis pemberian pakan sebanyak 3% per bobot biomas per hari. Pakan tersebut diberikan 3 kali/hari.

Ikan betina yang diseleksi sudah dapat dipijahkan setelah berumur 1,5 - 2 tahun dengan bobot >2 kg. Sedangkan induk jantan berumur 8 bulan dengan bobot > 0,5 kg. Untuk membedakan jantan dan betina dapat dilakukan dengan jalan mengurut perut kearah ekor. Jika keluar cairan putih dari lubang kelamin, maka ikan tersebut jantan.

Ciri-ciri ikan betina yang siap pijah adalah: (secara sederhana)

  • Pergerakan ikan lamban
  • Pada malam hari sering meloncat-loncat
  • Perut membesar/buncit ke arah belakang dan jika diraba terasa lunak
  • Lubang anus agak membengkak/menonjol dan berwarna kemerahan

Sedangkan untuk ikan jantan mengeluarkan sperma (cairan berwarna putih) dari lubang kelamin bila di stripping.

2. Pemijahan

Dalam pemijahan, ikan dirangsang dengan cara membuat lingkungan perairan menyerupai keadaan lingkungan perairan umum dimana ikan ini memijah secara alami atau dengan rangsangan hormon. Sehubungan dengan hal itu, maka langkah-langkah dalam pemijahan ikan mas adalah :

  • Mencuci dang mengeringkan wadah pemijahan (bak/kolam)
  • Mengisi wadah pemijahan dengan air setinggi 75-100 cm
  • Memasang hapa untuk mempermudah panen larva di bak atau di kolam dengan ukuran 4 x 3 x 1 meter. Hapa dilengkapi dengan pemberat agar tidak mengambang.
  • Memasang kakaban di tempat pemihajan (dalam hapa). Kakaban dapat berupa ijuk yang dijepit bambu/papan dengan ukuran 1,5 x 0,4 m.
  • Memasukkan induk jantan dan betina siap pijah. Jumlah induk betina yang dipijahkan tergantung pada kebutuhan benih lepas hapa dan luas kolam yang akan digunakan dalam pendederan 1. Bobot induk jantan sama dengan induk betina namun dengan jumlah yang lebih banyak
  • Mengangkat induk yang memijah dan memindahkannnya ke kolam pemeliharaan induk

3. Perawatan Larva

Kakaban diangkat 3 hari setelah telur menetas atau setelah larva tidak menempel di kakaban. Pakan larva berupa suspensi kuning telur dengan frekuensi 5 kali per hari (satu telur untuk 100.000 ekor larva). Waktu perawatan larva ini selama 5 hari sehingga larva sudah tahan untuk ditebar di kolam.

4. Pendederan

Kolam yang akan digunakan untuk pendederan seharusnya sudah dipersiapkan sebelumnya. Padat tebar selama kegiatan pendederan tertera dalam Tabel 1dan 2.

Tabel 1. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di kolam

Tabel 2. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di sawah

C. Pembesaran

1. Pembesaran di KJA

Sistem pembesaran intensif antara lain dapat dilakukan dalam keramba Jaring Apung yang biasa dipasang di perairan umum. Pemilihan lokasi penempatan jaring dalam suatu perairan akan sangat menunjang berhasilnya proses produksi. Beberapa karakteristik perairan yang tepat antara lain a) Air bergerak dengan arus terbesar, tetapi bukan arus kuat, b) Penempatan jaring dapat dipasang sejajar dengan arah angin, c) Badan air cukup besar dan luas sehingga dapat menjamin stabilitas kualitas air, d) Kedalaman air minimal dapat mencapai jarak antara dasar jaring dengan dasar perairan 1,0 meter, e) Kualitas air mendukung pertumbuhan seperti suhu perairan 270C sampai 300C, oksigen terlarut tidak kurang dari 4,0 mg/l, dan kecerahan tidak kurang dari 80 cm.

Satu unit Keramba Jaring Apung minimal terdiri dari kantong jaring dan kerangka jaring. Dimensi unit jaring berbentuk persegi empat dengan ukuran kantong jaring 7 x 7 x 3 M3 atau 6 x 6 x 3 M3. Satu unit Keramba Jaring Apung terdiri empat set kantong dan satu set terdiri dari dua lapis kantong Bagian badan kantong jaring yang masuk kedalam air 2,0 sampai 2,5 meter. Kerangka jaring terbuat dapat dibuat dari besi atau bambu dan pelampung berupa steerofoam atau drum. Bahan kantong jaring berasal dari benang Polietilena.

Frekuensi pemberian pakan minimal dua kali per hari. Sedangkan cara pemberian pakan agar efektif disarankan menggunakan Feeding Frame yang dapat dibuat dari waring dengan mesh size 2,0 mm berbentuk persegi empat seluas 1,0 smpai 2,0 m2. Alat ini di pasang di dalam badan air kantong jaring pada kedalaman 30 sampai 50 cm dari permukaan air. Letak alat ini dapat ditengah kantong atau di salah satu sudutnya Gambar 1. Standar pemeliharaan benih dalam pembesaran di KJA tertera dalam Tabel 3.

Gambar 1. Feeding frame untuk efektifitas pemberian pakan

Tabel 3. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di jaring apung

2. Pembesaran di KAD

Pemeliharaan ikan mas di kolam air deras harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain lokasi dekat dengan sumber air (sungai, irigasi, dll.) dengan topografi yang memungkinkan air kolam dapat dikeringkan dengan cara gravitasi, kualitas air yang digunakan berkualitas baik dan tidak tercemar (kandungan oksigen terlarut 6-8 ppm) dan dengan debit air minimal 100 liter permenit.

Bentuk kolam air deras bermacam macam tergantung kondisi lahan, bisa segitiga, bulat maupun oval. Ukurannya bervariasi disesuaikan dengan kondisi lahan dan kemampuan pembiayaan. Umumnya KAD berukuran 10-100 m 2 dengan kedalaman rata-rata 1,0 - 1,5 meter. Dinding kolam tidak terkikis oleh aliran air dan aktivitas ikan . Oleh karena itu harus berkontruksi tembok atau lapis papan. Dasar kolam harus memungkinkan tidak daerah mati aliran (tempat dimana kotoran mengendap). Oleh karena itu kemiringan kolam harus sesuai (sekitar 2 - 5 %).

Padat tebar ikan ukuran 75 -150 gram/ ekor sebanyak 10 - 15 kg /m3 air kolam . Dosis pakan yang diberikan sebanyak 4% bobot biomass /hari. Frekuensi pemberiannya 3 kali/hari.

III. DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SN I01-6131-1999 (Produksi induk ikan mas Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas induk pokok). Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 01-6133-1999 (produksi benih ikan mas, Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas benih sebar). Jakarta

Hardjamulia,A. 1995. system pengadaan stok induk ikan mas unggul. Makalah disampaikan pada pelatihan Pengelolaan Induk Ikan Mas di Balai Budidaya Air Tawar, tanggal 10-24 Desember 1995. 13 hal.

Hulata, G., 1995. A review of genetic improvement of the commom carp (Cyprinus carpio L.) and other cyprinids by crossbreeding, hybridization, and selection. Aquaculture 129:143-155

Sucipto, A. 2002. Budidaya ikan nila (Oreochromis sp.). Makalah disampaikan pada Workshop Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Himpunan Mahasiswa Akuakultur IPB, di Bogor tanggal 20, 21 dan 28 April 2002. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. 9 hal